TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi keputusan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Presiden Joko Widodo yang menerbitkan beleid baru ihwal kenaikan upah. Pasalnya aturan lama, yakni Peraturan Presiden 36 tahun 2021 tentang Pengupahan dinilai belum dapat mengakomodir dampak dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Karena upah minimum tidak seimbang dengan laju kenaikan harga-harga barang.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan formula penetapan upah berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 dikhawatirkan akan mengakibatkan semakin menurunnya daya beli pekerja pada 2023. Sementara struktur ekonomi nasional mayoritas di sumbang oleh konsumsi masyarakat.
"Sebab hak pekerja atau buruh atas upah minimum pada dasarnya merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ucapnya.
Baca: Kenaikan Upah Minimum Diharapkan Dorong Daya Beli, Teten Optimistis UMKM Tahan dari Resesi 2023
Karena itu, faktor daya beli dan fluktuasi harga penting untuk dijaga. Apalagi saat ini kondisi sosial ekonomi masyarakat akibat dampak pandemi covid 19 belum sepenuhnya pulih. Ketidakpastian ekonomi global ini berimplikasi menekan laju pemulihan ekonomi nasional.
Kendati demikian Ida tak menampik berlakunya PP nomor 36 tahun 2021 selama dua tahun ini telah berhasil menghapuskan disparitas atau kesenjangan tinggi kondisi tersebut berimplikasi upah minimum antar wilayah yang sebelumnya cukup tinggi. Tetapi, kata dia, pemulihan ekonomi nasional saat ini merupakan hal lebih mendesak. Sehingga Kemnaker memutuskan untuk mengubah formula upah minimum 2023.
Kini perhitungan upah didasarkan pada kemampuan daya beli yang diwakili variabel tingkat inflasi, serta variabel pertumbuhan ekonomi yang tercipta dari indikator produktivitas dan indikator perluasan kesempatan kerja. Produktivitas dan perluasan kesempatan kerja merupakan dua indikator yang dipandang dapat mewakili dari dua unsur, yaitu unsur pekerjaan atau buruh dan unsur pengusaha.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023 mengatur batas maksimal 10 persen. Ketimbang menerapkan batas atas kenaikan upah, Presiden KSPI Said Iqbal berpendapat kenaikan seharusnya dihitung dari inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, perhitungkan itu lazim berlaku di seluruh dunia, yakni inflansi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah bulan Januari hingga Desember pada tahun berjalan.
Upah minimum, kata dia, di dalam konvensi ILO (Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional) Nomor 133 atau Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 ditujukan agar pengusaha tidak membayar upah buruh dengan murah atau serampangan. Karena itu, negara harus melindungi masyarakat yang akan memasuki dunia kerja dengan menetapkan kebijakan upah minimum.
Dia menuturkan seharusnya upah minimum adalah jaring aman atau safety net bagi para buruh atau pekerja. "Kenapa harus menjadi maksimum? Oleh karena itu, seharusnya tidak ada definisi maksimal 10 persen,” kata Said Iqbal kepada Tempo pada 21 November 2022.
Selanjutnya: Banjir kritik datang dari kalangan pengusaha ...